Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) menilai agenda liberalisasi pendidikan sebagai ancaman terhadap cita-cita mencerdaskan kehdupan bangsa. Pasalnya, liberalisasi menutup akses kelas bawah untuk mendapat pendidikan.
Demikian disuarakan oleh ratusan anggota LMND saat menggelar aksi memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Bundaran Patung Wolter Monginsidi kota Manado, Selasa (2/5/2017) sore.
“Biaya pendidikan semakin mahal, dan hanya mereka yang punya finansial yang bisa mengenyam pendidikan,” kata Ketua Umum hasil Kongres VII LMND, Indrayani Abd. Razak, saat menyampaikan orasi.
Menurutnya, disamping soal akses, liberalisasi pendidikan juga mengubah orientasi pendidikan dari berorientasi mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi berorientasi pasar tenaga kerja.
“Kurikulum pendidikan dibuat untuk mencetak tenaga kerja yang diperlukan dalam pasar tenaga kerja. Bukan lagi mencerdaskan kehidupan bangsa,” terang alumnus Universitas Tadulako ini.
Tidak hanya itu, ujar dia, perubahan status kampus menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN BH) juga berpengaruh pada penyelenggaraan kehidupan akademik di lingkungan kampus.
“Kampus berubah tak ubahnya perusahaan, yang menuntut kepatuhan dan kedisiplinan. Sikap kritis yang menjadi ciri utama masyarakat akademik diberangus,” tuturnya.
Dalam aksi tersebut, massa aksi LMND sempat dorong-dorongan dengan aparat kepolisian. Dalam kejadian itu, 3 anggota LMND menjadi korban pemukulan, yaitu Dino Efran (Jambi), Alkautsar (DKI Jakarta), dan Dophen Botha.
Aksi massa yang melibatkan perwakilan Eksekutif Wilayah (EW) dan Eksekutif Kota (EK) dari seluruh Indonesia ini ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap.
LMND menuntut penghentian liberalisasi pendidikan, penegakan pasal 33 UUD 1945 untuk pembiayaan pendidikan, dan pemerataan infrastruktur pendidikan.
Mahesa Danu
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid