LMND: Freeport Sudah Banyak Merugikan

Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Vivin Sri Wahyuni mengatakan, keberadaan Freeport yang sudah 50 tahun di Indonesia diwarnai banyak pelanggaran dan praktek bisnis yang merugikan.

Dia mencontohkan beberapa, seperti keengganan Freeport membangun smelter sebagaimana diamanatkan UU Minerba, pembagian keuntungan yang tidak adil, kecelakaan yang menewaskan ratusan pekerja, tidak dihormatinya hak ulayat rakyat setempat, dan perusakan lingkungan.

“Parahnya, pelanggaran dan perilaku sewenang-wenang tersebut sudah berlangsung selama 50 tahun belakangan,” kata Vivin dalam siaran pers, Selasa (21/2/2017).

Sudah begitu, lanjut Vivin, keuntungan yang diberikan Freeport ke Indonesia sangatlah kecil, yakni Rp 1 triliun pertahun. Angka itu lebih kecil dibanding kontribusi devisa dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

Karena itu, pihaknya mendukung langkah Pemerintah, dalam hal ini Menteri ESDM Ignasius Jonan, yang bersiap menghadapi gugatan Freeport di pengadilan Arbitrase internasional.

“Sebagai langkah awal, keputusan tersebut sudah cukup baik,” ujarnya.

Menurutnya, dengan meladeni Freeport di badan Arbitrase, Pemerintah Indonesia telah meproklamirkan diri menjadi bangsa yang berdaulat dan tidak bisa lagi diancam atau ditekan oleh modal asing.

Namun demikian, pihaknya berharap, sehubungan dengan berakhirnya kontrak Freeport di tahun 2021, pemerintah Indonesia tidak lagi membahas kontrak baru.

“Dengan berakhirnya kontrak Freeport, Indonesia dapat memperoleh kepemilikan 100 persen atas kekayaan tambang tersebut,” jelasnya.

Dengan begitu, kata Vivin, Indonesia juga berkesempatan untuk menghitung kembali aset yang dimiliki dan melakukan penataan ulang untuk pengelolaan yang berbasis kemandirian dan kesejahteraan.

Kedepan, ujar Vivin, prinsip pengelolaan kekayaan tambang harus mengabdi pada demokrasi ekonomi, sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal 33 UUD 1945.

Di situ negara mengelola secara mandiri kekayaan alamnya dengan melibatkan pemerintah daerah, BUMN/BUMD, dan usaha bersama rakyat semacam koperasi.

Terakhir, pihaknya mendesak pemerintah untuk mendorong pembangunan industri olahan dari bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan barang jadi.

“Ini bisa dimulai dengan mentransfer sebagian keuntungan dari sektor ekstraktif ke pembangunan industri olahan berbasis sumber daya alam tambang,” paparnya.

Selain itu, pemerintah harus mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berbasis teknologi mutahir.

Muhammad Idris

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid