Konferwil LMND Sulsel: Kibarkan Kembali Perjuangan Politik

Siang hari, 23 Januari 2011, meski suhu udara terbilang cukup panas, tetapi ratusan mahasiswa dari berbagai kampus tetap menggelar pertemuan di Balai Pendidikan dan Pelatihan (BPP) Sulawesi Selatan.

Suasana tambah panas tatkala sejumlah aktivis menyampaikan pidato dengan berkobar-kobar, dan kadang-kadang diselingi tepuk tangan bergemuruh para peserta, juga teriak-teriakan “hidup mahasiswa!”

Acara dibuka dengan memperdengarkan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, disusul lagu “Darah Juang”, salah satu lagu perjuangan yang paling populer sejak kebangkitan gerakan mahasiswa di akhir tahun 1980-an hingga sekarang.

Kibarkan bendera perjuangan politik

Satu per satu utusan organisasi sekawan, yaitu Federasi Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), dan Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (Jaker), tampil membawakan orasi politik dan pesan solidaritas.

Tidak ketinggalan pula, utusan dari Partai Rakyat Demokratik (PRD), Babra Kamal, menyampaikan orasi politik paling awal. PRD, yang sebagian pengurusnya adalah bekas aktivis LMND, mengajak gerakan mahasiswa untuk “mengibarkan kembali bendera perjuangan politik”.

“Tidak bisa disangsikan lagi, bahwa perjuangan politik merupakan senjata paling ampuh untuk mendobrak sistim ekonomi-politik yang menindas rakyat. Dan, sebagaimana dibuktikan dengan baik oleh sejarah, perjuangan politik telah diambil oleh gerakan mahasiswa Indonesia untuk melawan kolonialisme dan imperialisme, “ujar Babra Kamal saat menyampaikan pidatonya.

Sementara itu, Nurjaya dari FNPBI menyoroti soal pentingnya mahasiswa terlibat dalam aksi-aksi dan perjuangan rakyat, termasuk kaum buruh. “Dulu, mahasiswa datang ke pabrik-pabrik dan mengajak kaum buruh untuk melawan. Sekarang ini, situasi memperlihatkan bahwa mahasiswa sudah jarang turun ke tengah massa,” tegasnya.

Pendapat itu dibenarkan oleh Firdaus, yang mewakili SRMI Sulsel. Firdaus mengatakan, “gerakan mahasiswa harus kembali kepada massa rakyat, belajar bersama massa rakyat, dan terlibat aktif dalam perjuangan bersama massa rakyat.”

Mengenal situasi baru

Dalam sesi mengenai problem pokok gerakan mahasiswa, Darmin, aktivis LMND dari Universitas 45 Makassar, mengatakan bahwa salah satu penyebab kemunduran gerakan mahasiswa akhir-akhir ini adalah ketidakmampuan mengenali keadaan dan situasi-situasi baru dalam relasi sosial di kampus.

Sejak neoliberalisme diberlakukan, menurut penegasan Darmin, komposisi kelas di Universitas mengalami pergeseran, dimana mahasiswa miskin dan menengah semakin berkurang jumlahnya, sementara mahasiswa kaya semakin bertambah banyak.

Dalam pembacaan Darmin, pergeseran ini mempengaruhi radikalisme dalam gerakan mahasiswa. “Sekarang, gerakan-gerakan politik semakin kehilangan panggung, sementara kelompok hedonis semakin menguasai panggung di dalam kampus.”

Sementara itu, Makbul dari Universitas Hasanuddin menambahkan, “situasi itu semakin diperparah oleh kenyataan bahwa gerakan mahasiswa sekarang sangat kering dengan gagasan dan teori-teori perjuangan.”

Dengan begitu, tambah Makbul, mahasiswa radikal semakin ekslusif dan terisolir dari massa mahasiswa secara umum. “Terkadang gerakan radikal sangat esklusif dan sibuk dengan respon-respon politik di luar kampus, tanpa berusaha menarik massa mahasiswa secara luas.”

Merebut kepemimpinan di kampus

Sementara itu, Alwi Assegaf, aktivis LMND dari Unhas, mencontohkan pengalaman Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dalam memenangkan kepemimpinan politik di kampus-kampus.

Ketika didirikan tahun 1950, sebagaimana dicatat Donald Hindley, CGMI baru beranggotakan 1180 orang anggota, tetapi pada tahun 1963 CGMI mengaku sudah mempunyai anggota sekitar 17.000 orang.

Dalam praktek gerakannya, CGMI banyak mengintervensi kegiatan-kegiatan non-politis di kampus, mulai dari kampanye menentang perpeloncoan, menggalang petisi untuk menurunkan harga buku, menuntut kenaikan anggaran pendidikan dan tunjangan mahasiswa, terlibat dalam kegiatan sosial (olahraga, kegiatan seni, dsb), dan mobilisasi menentang “musik imperialis”.

Dalam pandangan Alwi, penting bagi LMND untuk menyambungkan antara aspirasi sosial ekonomi massa mahasiswa dengan kebutuhan perjuangan politik.

Disamping itu, tambah Alwi, LMND sudah harus merumuskan strategi-taktik untuk memenangkan perebutan lembaga formal di kampus, UKM, dan kelompok-kelompok diskusi mahasiswa.

Memilih pengurus baru

Di sesi terakhir konferensi ini, ratusan peserta akhirnya memutuskan untuk memilih pengurus baru untuk kepengurusan LMND Sulsel.

Setelah melalui sesi penjaringan calon dan pemilihan, konferensi akhirnya menghasilkan struktur kepengurusan baru, yaitu Alwi Assegaf sebagai ketua LMND Sulsel dan Qodly F.Sulaiman sebagai sekretaris.

Disamping itu, karena konferensi ini berangkaian dengan konferensi kota LMND Makassar, maka dibentuk pula kepengurusan baru LMND Makassar, yaitu Darmin Elias Wairo sebagai ketua dan Makbul Muhamad sebagai sekretaris.

[post-views]