Besok, SRMI Gelar Aksi Serentak

JAKARTA: Merespon Hari Anti-pemiskinan Se-dunia, tanggal 17 oktober, Serikat Rakyat Miskin Indonesia akan melakukan aksi demonstrasi secara serentak di sejumlah kota, diantaranya, Jakarta, Surabaya, Pekanbaru, Makassar, Mataram, dan Semarang.

Untuk aksi di Jakarta, SRMI akan menggelar aksinya di tiga tempat secara bergantian, yaitu Kantor Wakil Presiden, Kantor Bank Dunia, dan Dinas Pendidikan.

Disamping itu, SRMI akan membawa empat tuntutan pokok dalam aksi ini, yaitu menentang skema pembangunan berdasarkan MDGs, menuntut pengubahan kriteria miskin versi BPS, dan menentang upaya manipulasi kemiskinan demi proyek semacam SJSN.

Kampanye Anti-Pemiskinan

Kampanye anti-kemiskinan dicanangkan oleh UNDP (United Nation Development Program), dan dilaksanakan melalui sebuah skema yang disebut “Tujuan Pembangunan Millenium-MDGs”.

Namun, alih-alih mengurangi kemiskinan dan kelaparan di berbagai belahan dunia, fakta justru memperlihatkan bahwa jumlah kelaparan di dunia telah meningkat dari 842 juta jiwa pada tahun 1990 menjadi lebih dari 1 milyar tahun ini.

Selain itu, akibat dari kenaikan harga pangan dunia dan krisis ekonomi global, jutaan orang di seluruh dunia terjatuh dalam kemiskinan absolut. Pendapatan rakyat di Negara miskin pun terus merosot. Pada tahun 1990, rasio pendapatan per kapita dalam 20 negara terkaya di 20 termiskin adalah $ 42 dolar, pada tahun 2005, itu telah menjadi $ 59.

Samir Amin, seorang intelektual terkemuka, dalam tulisannya “The Millennium Development Goals: A Critique from the South (2010)”, telah menuding MDGs sebagai “sebagai mantel baru” bagi wacana globalisasi dan neoliberalisme. Menurutnya, target-target MDGs terlalu samar-samar sehingga sangat mudah dipelintir untuk sejalan dengan agenda neoliberalisme.

Di Indonesia, nampaknya pencapaian target MDGs seperti “mission impossible”, dikarenakan kebijakan neoliberalisme benar-benar merampas syarat-syarat kemajuan ekonomi dan sosial rakyat Indonesia. Sebagian sumber daya alam Indonesia, terutama sumber energy dan bahan baku industri, telah dikuasai paling besar oleh pihak asing.

Kapasitas Negara untuk membelanjai proyek pembangunan sangat terbatas karena sedikitnya 40% dari total APBN selalu terpakai untuk membayar utang luar negeri. Program pendidikan dan kesehatan terbengkalai karena penghapusan subsidi dan kebijakan privatisasi. (Ulfa)

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid