Banyak Hotel Baru, Yogyakarta Krisis Air

Permukaan air tanah di Yogyakarta terus menurun selama beberapa tahun terakhir. Penyebabnya, maraknya pembangunan hotel, apartemen, mal dan bangunan komersil lainnya.

Direktur Amrta Institute Nila Ardhianie mengungkapkan, setidaknya ada lima kecamatan di Yogyakarta akan mengalami krisis air, yaitu Gondokusuman, Mergangsan, Mantrijeron, Jetis, serta Umbulharjo.

“Kecamatan Gondokusuman merupakan daerah yang paling rawan krisis air karena merupakan wilayah padat penduduk dan juga banyak terdapat hotel yang menyedot banyak air tanah di sekitarnya,” kata  Nila dalam diskusi bertajuk Kemerdekaan dan Air Untuk Warga di Yogyakarta, Senin (15/8/2016).

Jumlah hotel dan apartemen di Yogyakarta terus meningkat tiap tahunnya. Sekarang ini setidaknya terdapat 350 hotel berbintang dengan 15.000 kamar dan 30 apartemen yang memiliki 12.000 kamar.

Menurut Nila, baik hotel maupun apartemen menggunakan air tanah untuk memenuhi kebutuhan airnya. Hal tersebut mempengaruhi kondisi air tanah di sekitarnya.

Sudah begitu, pajak air tanah di Yogyakarta lebih murah, yaitu Rp 2000 per meter kubik.  Sedangkan tarif air PDAM untuk bangunan komersial, termasuk hotel adalah Rp16.500 per meter kubik.

Nila mengungkapkan, banyak hotel dan apartemen lebih memilih menggunakan air tanah karena biayanya lebih murah. Dia mencontohkan, hotel dengan 400 kamar membutuhkan dana Rp 2 miliar per bulan. Sementara untuk membuat sumur dalam hanya membutuhkan biaya sekitar Rp500 juta.

“Selain murah, mencuri air tanah juga sangat mudah dilakukan,” tegasnya.

Di sisi lain, ketergantungan warga Yogyakarta terhadap air tanah sangat tinggi. Saat ini sekitar 51,83 persen kebutuhan air warga Yogyakarta masih dipenuhi dari air tanah.

Mahesa Danu

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid