Bagaimana revolusi memajukan olahraga Kuba?

Kuba, yang berpenduduk sekitar 11,5 juta orang, punya prestasi luar biasa di ajang Olimpiade. Bandingkan dengan Indonesia yang berpenduduk hampir 260 juta orang?

Sejak ikut serta Olimpiade di tahun 1900, Kuba sudah mengoleksi 209 medali: 79 emas, 67 perak dan 70 perunggu. Sedangkan Indonesia, yang baru ikut olimpiade di tahun 1952, hanya berhasil mengumpulkan 29 medali: 6 emas (semuanya disumbang oleh bulutangkis), 12 perak dan 13 perunggu.

Yang menarik, sebagian besar medali Kuba itu diperoleh setelah negeri kecil di kepulauan Karibia itu memenangkan revolusi tahun 1959. Sebelum revolusi, setidaknya hingga tahun 1960, Kuba hanya punya 12 medali. Namun, sejak revolusi hingga olimpiade London tahun 2012 lalu, Kuba merebut 197 medali.

Sebagian besar medali itu disumbangkan oleh tinju (67 medali), atletik (40 medali), judo (35 medali), gulat (19), anggar (16) baseball (5), bole volley (5), taekwondo (5), angkat besi (5), menembak (4), kano (3), dan renang (2).

Sebelum revolusi

Sebelum revolusi, pendidikan jasmani di Kuba kurang berhasil menarik partisipasi massa rakyat. Atlet profesiona Kuba kebanyakan berasal dari kalangan kaum kaya. Kuba hanya punya sedikit profesional dan tim yang bisa berkompetisi di ajang internasional.

Di tahun 1928, Kuba meresmikan Institut Nasional Pendidikan Jasmani, yang terpaksa tutup empat tahun kemudian. Ini kemudian dibuka lagi pada tahun 1948, tetapi mengalami kendala finansial dan gagal mencapai tujuannya. Peralatan kurang dana, kualitas pelatih dan pengajar kurang, dan para siswam harus membayar untuk masuk.

Setelah revolusi

Setelah revolusi tahun 1959, pemerintahan revolusioner menyetujui dan melaksanakan rencana nasional untuk menghidupkan olahraga nasional. Caranya, tentu saja, olahraga harus gratis dan bisa diakses oleh seluruh rakyat.

Pada tahun 1961, Kuba mendirikan Institut Olahraga Nasional, yang mempromosikan olahraga kepada anak-anak, dewasa, bahkan orang tua di seantero Kuba.

Program ini disertai perbaikan infrastruktur dan peralatan olahraga. Juga mendorong penelitian soal ilmu olahraga.

Keberhasilan olahraga Kuba bukan hanya diukur dari sukses di Pan American Games dan Olimpiade. Kuba punya 7000 pelatih, pengajar, teknisi dan peneliti yang bekerja sebagai delegasi negara Kuba di 50 negara berkembang.

“Olahraga di negeri kita bukanlah instrumen politik. Tetapi olahraga di negeri kami adalah konsekuensi revolusi,” kata Castro saat upacara menyambut atlet Kuba yang ikut Central American and Caribbean Games.

Embargo Amerika

Padahal, sejak revolusi 1959 hingga sekarang, pemerintah AS gencar menggoyang pemerintahan revolusioner di Kuba. Salah satunya melalui embargo ekonomi sejak 1962.

Embargo itu berdampak pada hampir semua kehidupan ekonomi dan budaya di Kuba. Tidak terkecuali bidang olahraga. Embargo menyebabkan kerugian ratusan juta dollar untuk industri. Sementera di urusan olahraga, ada pembatasan/penghambatan terhadap atlet-atlet Kuba.

Atlet baseball, misalnya. Mereka dipersoalkan kewarnegaraannya ketika akan bertanding di AS atau Puerto Riko.

Sebaliknya, atlet AS dilarang menerima pelatih dari Kuba dan berpartisipasi dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh pemerintah Kuba.

Sebagai contoh lagi, Departemen Luar Negeri AS menolak pengajuan visa atlet Kuba pada tahun 2007 saat mau memasuki negeri itu. Dari tahun 2002-2004, lebih dari 60 direktur atlet dan pengajar olahraga Kuba dilarang masuk AS.

Kuba juga tidak dibolehkan mengimpor peralatan olahraga dari AS, sehingga harus mendatangkan dari Asia yang notabene harganya jauh lebih tinggi. —Berdikarionline.com

(Diolah dari teleSUR)

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid