Presiden-Presiden Yang Pernah Merasakan Penjara karena Perjuangannya

Membaca kisah orang menjadi Presiden, tak semuanya melalui jalan yang lempang. Tak sedikit yang meniti jalan penuh onak.

Tipe yang kedua ini identik dengan Presiden dari latar belakang pejuang. Mereka yang meniti jalan kekuasaan sembari memikul sebuah cita-cita mulia.

Dalam sejarah dunia, ada banyak Presiden dari latar belakang pejuang. Ada pejuang kemerdekaan, pejuang HAM, pejuang demokrasi, pejuang lingkungan, pejuang kesetaraan, dan lain-lain. 

Dalam perjuangan politiknya, Presiden berlatar pejuang ini kerap mendapat represi. Ada yang pernah disiksa, dipenjara, bahkan dibuang.

Soal penjara, hampir tak ada pejuang sejati yang tak pernah melaluinya. Bahkan ada yang pernah dipenjara hingga 27 tahun. Bayangkan, hampir sepertiga hidupnya dihabiskan di dalam hotel prodeo.

Tak berlama-lama lagi, berikut ini saya jejalkan 10 Presiden yang pernah dipenjara semasa berjuang.

#1 SUKARNO

Sukarno, bapak kemerdekaan Indonesia, harus kita disebutkan di awal. Sepanjang perjuangannya, bahkan ketika menjadi Presiden, Sukarno ditangkap 3 kali dan dibuang berkali-kali.

Jadi, di tahun penghujung 1920-an, sesuai pemberontakan PKI 1926/1927 di Jawa dan Sumatera, sosok Sukarno tampil menjulang di kalangan pergerakan. Dia memotori gerakan non-koperasi lewat partainya: Partai Nasional Indonesia (PNI).

Singkat cerita, karena aksi politiknya, Belanda jadi ketar-ketir. Akhirnya, pada 29 Desember 1929, Sukarno ditangkap dan digiring ke penjara Bantjeuj, Bandung.

Semasa menjalani penjara di Bantjeuj, dalam ruang sel yang sempit dan bau pesing, Sukarno melahirkan pledoi yang menggetarkan jantung kolonialisme: Indonesia Menggugat.

Sukarno dipenjara selama 2 tahun (1929-1931). Pada penutup tahun 1931, Sukarno menghirup udara bebas. 

Namun, penjara tak membuat Sukarno jera. Begitu keluar penjara, dia kembali menyusun pergerakan anti-kolonial. Mengumpulkan orang, menggelar rapat umum, menggelar aksi protes, dan menulis artikel-artikel pedas.

Akhirnya, pada Agustus 1933, Sukarno ditangkap lagi. Kali ini bukan penjara, melainkan pembuangan. Esensi pembuangan dan penjara sama saja: hilang kemerdekaan.

Sukarno dibuang ke pulau terpencil di Nusa Tenggara, namanya Ende, di pulau Flores. Dia di sana sepanjang 1934 hingga 1938. 

Harusnya Sukarno di sana lebih lama lagi. Namun, di tahun 1938, dia terserang malaria. Demi mencegah kesehatan Sukarno memburuk, Belanda memindahkannya ke Bengkulu. Akhirnya, si Bung Besar menjalani pembuangan di Bengkulu sepanjang 1938 hingga datangnya Jepang (1942).

Setelah proklamasi kemerdekaan, saat sudah menjabat Presiden, Sukarno masih mengalami penangkapan dan pembuangan. Itu terjadi pada Desember 1948, saat agresi militer Belanda ke-2.

Saat itu Sukarno, bersama Hatta, Sjahrir, dan Agus Salim, ditangkap Belanda. Sukarno, Sjahrir dan Agus Salim dibuang ke pulau Sumatera: Brastagi, Parapat, lalu pulau Bangka.

Pasca peristiwa 1965, nasib Sukarno kembali seperti dunia yang terbalik. Usai dicabut kekuasannya pada Maret 1967, Sukarno menjalani kehidupan layaknya tahanan rumah. Awalnya di rumah peristirahatannya di Batutulis, Bogor, lalu dipindahkan ke Wisma Yaso, Jakarta.

Sukarno menjalani tahanan rumah hingga ajal menjemputnya pada 21 Juni 1970.

#2 NELSON MANDELA

Nama kedua yang harus kita sebut adalah pejuang Afrika Selatan: Nelson Mandela. Seperti Sukarno, Mandela juga berkali-kali ditangkap.

Tahun 1952, sebagai aktivis Kongres Nasional Afrika (ANC), Mandela dan 19 kawannya ditangkap oleh rezim apartheid di Afrika selatan. Dia mendapat hukuman kerja paksa selama 9 bulan (diperpanjang hingga 2 tahun).

Tahun 1960, Mandela ditangkap lagi. Kali ini dia dipenjara, tanpa proses pengadilan, karena dianggap melanggar hukum darurat. Setelah menjalani persidangan selama empat setengah tahun, Mandela dinyatakan tidak bersalah dan bisa bebas.

Keluar dari penjara, Mandela tidak ada tobat-tobatnya. Dia malah menyusun perjuangan bersenjata. Dia sempat menjalani pelatihan militer Maroko dan Ethiopia. Sayang, tak lama setelah kepulangannya ke negerinya, Mandela kembali ditangkap.

Dia dituduh keluar negeri tanpa izin dan menghasut pemogokan buruh. Dia dinyatakan bersalah dan dihukum 5 tahun penjara. Awalnya dia ditahan di penjara lokal Pretoria, lalu di pindahkan ke penjara di tengah pulau Robben.

Sialnya, saat Mandela menjalani hukuman penjara, polisi menggeledah rumah persembunyian aktivis ANC dan komunis. Dari situ muncul tuduhan bahwa Mandela dan kawan-kawannya mendalangi aksi-aksi sabotase.

Gara-gara tuduhan baru itu, Mandela dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Dalam proses persidangan, Mandela menyampaikan pidato yang terkenal: Speech from the Dock. Di pidato yang menggetarkan itu, Mandela mengakui siap mati demi demokrasi dan kebebasan Afrika selatan.

Selama di kurungan penjara, nasib malang tak henti-hentinya menyapa Mandela. Mulai dari kematian ibunya hingga anak laki-lakinya. Dan pahitnya, dia dilarang menghadiri pemakaman dua orang yang dicintainya itu.

Mandela baru bebas di tahun 1990, setelah 27 tahun merasakan pahit-getirnya menjalani kurungan di pulau Robben. 

Namun, penjara tak membuah Mandela lembek, apalagi menyesal. Dia malah menyebut penjara selama 27 tahun tak ubahnya liburan. “Aku pergi berlibur panjang selama 27 tahun,” kata Mandela.

#3 FIDEL CASTRO

Sekarang, kita bahas jejak pejuang revolusi Kuba: Fidel Castro. Dia menjadi tokoh penting yang memimpin penggulingan rezim diktator Fulgencio Batista.

Tahun 1950-an, sebagai seorang mahasiswa fakultas hukum, Castro mulai mengorganisir perlawanan terhadap rezim Batista. Dia berhasil mengumpulkan seratusan kaum revolusioner. Sebagian besar mahasiswa dan kaum miskin kota.

Usai berlatih perjuangan bersenjata, pada 26 Juli 1953, Fidel dan kawan-kawannya menyerbu sebuah barak tentara di Moncada. Terbukti, serangan prematur itu menemui kegagalan.

Fidel dan kawan-kawannya ditangkap. Dia digiring ke hotel prodeo. Di balik jeruji besi, Sukarno melahap buku-buku Marx, Lenin, Jose Marti, Freud hingga Shakespeare.

Lalu, saat digiring ke pengadilan, Fidel membacakan pledoinya yang terkenal: La historia me absolverá atau sejarah akan membebaskanku.

Pidato tak membuatnya lolos dari hukuman. Fidel dijatuhi hukuman penjara selama 15 tahun. Beruntung, pada 1955, dia mendapat amnesti dari rezim Batista. Fidel pun menghirup udara bebas.

#4 JOSE “PEPE” MUJICA

Kalian yang pernah nonton film Netflix, El Pepe: a Supreme Life (2018), tentu tak asing dengan nama mantan Presiden Uruguay: Jose Mujica.

Nama Pepe Mujica sempat hits di tahun 2012 lalu, setelah media-media arus-utama menjulukinya “Presiden termiskin di dunia” lantaran gaya hidupnya yang sangat sederhana dan egaliter. 

Namun, mengorek sejarah hidupnya, orang akan tahu kalau Pepe Mujika adalah bekas gerilyawan kiri. Dia pernah menjadi bagian organisasi bersenjata, Movimiento de Liberación Nacional-Tupamaros alias Gerakan Pembebasan Nasional Tupamaros (MLN-Tupamaros).

Di tahun 1970-an, organisasi ini melakukan perang gerilya kota. Aksinya kayak Robin Hood; merampok orang kaya atau bank, lalu membagi-bagikannya pada orang miskin.

Di tahun 1970, ketika sedang menggelar rapat dengan kawan-kawannya, polisi datang menyergap. Terjadilah tembak-menembak. Mujica tertembak enam peluru, lalu dilarikan ke rumah sakit. Nyawanya selamat.

Tetapi dia berhasil ditangkap dan dikirim ke penjara Punta Carretas. Namun, cerita ajaib terjadi di sini. Mirip dengan kisah dalam film “The Shawshank Redemption”, Mujica berhasil kabur dari penjara setelah menggali terowongan di bawah penjara. 

Sayang, tak lama kemudian, Mujica ditangkap lagi. Namun, sekali lagi, pada April 1972, dia membuat kisah ajaib lagi: kembali lolos dari penjara. Namun, tak sampai setahun, Mujica ditangkap lagi.

Akhirnya, begitu tertangkap, Mujica sempat tinggal di penjara isolasi selama 2 tahun. Tak pernah mandi. Dan hanya berteman dengan suara tikus dan katak. “Hanya tikus dan katak itu yang bisa jadi kawan saya,” kenangnya.

Tahun 1985, setelah menjalani penjara selama 13 tahun, Mujica menghirup udara bebas. Di luar penjara, Mujica terus membangun gerakan politik hingga terpilih sebagai Presiden Uruguay pada pemilu 2009.

#5 LULA DA SILVA

Tahun 2002, seorang aktivis buruh mengukir sejarah baru dalam sejarah politik Brazil. Pertama kalinya dalam sejarah negeri itu, seorang buruh yang tak lulus SD terpilih sebagai Presiden.

Dia adalah Lula da Silva. Terlahir dari keluarga yang sangat miskin, Lula kecil tak bisa mengenyam pendidikan dasar hingga tuntas. Dia terlempar ke jalanan, sebagai tukang semir sepatu dan pedagang asongan.

Namun, setelah beranjak dewasa, Lula menjelma menjadi tokoh gerakan buruh. Kemampuan pidatonya bisa mengumpulkan dan menggerakkan massa. 

Hingga, di tahun 1970-an, seiring dengan berkuasannya rezim militer, Lula tampil memimpin berseri-seri pemogokan buruh. Puncaknya, sepanjang 1979-1980, Lula menggerakkan ratusan ribu buruh untuk mogok.

Selain memperjuangkan isu-isu perburuhan, pemogokan itu bernuansa politis: menentang kediktatoran. Sesuatu yang membuat rezim militer terusik. 

Akhirnya, pada April 1980, Lula ditangkap. Di pengadilan, dia dituding memimpin pemogokan yang ilegal. Ia dijebloskan ke dalam penjara. 

Sedihnya, ketika sedang dalam penjara, Lula mendapat kabar tentang ibunya yang meninggal. Ia menghadiri pemakaman ibunya dengan kawalan polisi dan tangan diborgol.

Begitu bebas dari penjara, Lula kembali aktif dalam gerakan politik. Dia menjadi tokoh penting di balik pendirian partai Buruh (PT), partai yang mengantarkannya terpilih sebagai Presiden di pemilu 2002.

6# HO CHI MINH

Sekarang, kita bahas seorang pejuang revolusioner dari Asia tenggara: Ho Chi Minh alias paman Ho. Seperti Sukarno, paman Ho tampil ke depan untuk membebaskan negerinya dari kolonialisme Perancis. 

Tahun 1911, usai putus sekolah, paman Ho memutuskan menjadi juru masak di sebuah kapal Perancis. Dengan begitu, dia bisa berlayar ke banyak negara, termasuk di Perancis.

Di Perancis, dia terpapar ide-ide progressif, khususnya marxisme. Dari sini juga dia mulai mengorganisir perantau-perantau dari Vietnam agar menyiapkan diri untuk memperjuangkan kemerdekaan negerinya.

Tahun 1920-an, dia banyak beraktivitas di Tiongkok. Di sana dia mengorganisir orang-orang Vietnam dalam perantauan agar menjadi bagian dalam gerakan kemerdekaan.

Hingga, pada 1931, paman Ho tertangkap oleh polisi Inggris di Hongkong. Kolonialis Inggris segera meminta Inggris agar paman Ho dideportase ke Vietnam. Namun, berkat pengacaranya yang berkebangsaan Inggris, Frank Loseby, Ho tetap ditahan di Hongkong hingga bebas 1933.

Tahun 1941, paman Ho kembali ke ngerinya untuk mengorganisasikan perjuangan kemerdekaan. Dia membentuk organisasi bernama “Viet Minh”, yang berarti “Liga Kemerdekaan Vietnam”.

Selain menghadapi penjajah Perancis, Viet Minh juga berjuang melawan fasisme Jepang. Beranggotakan sekitar 10.000 orang, Viet Minh melakukan taktik gerilya dan perjuangan bawah tanah.

Tahun 1942, ketika berkunjung ke Tiongkok, paman Ho kembali tertangkap. Kali ini dia ditangkap oleh tentara Koumintang (KMT)-nya Chiang Kai-Shek. Dia dituduh mata-mata dan langsung dipenjara. Penjaranya mengerikan: kakinya diikatkan pada bola besi. paman Ho baru menghirup udara bebas pada September 1943.

Pada saat dipenjara, Ho membuat banyak puisi berisi curahan hatinya. Puisi-puisi kelak diterbitkan dengan judul “Prison Diary”.

Setelah bebas, dia kembali ke negerinya untuk melanjutkan perjuangan kemerdekaan. Dia mengorbankan pemberontakan pada 19 Agustus 1945, yang disebut Revolusi Agustus, untuk mengambilalih pemerintahan dari tangan militer Jepang dan Perancis.

Pada 2 September 1945, paman Ho memproklamirkan kemerdekaan Republik Demokratik Vietnam. Dia ditunjuk sebagai Presiden pertamanya. Sayang, proklamasi kemerdekaan itu tak diakui sekutu dan Perancis.

#7 HUGO CHAVEZ

Tahun 1980-an, ketika rakyat Venezuela mulai gerah dengan neoliberalisme, sekelompok tentara membentuk gerakan bawah tanah: Pergerakan Revolusioner Bolivarian 200 (MBR-200).

Tahun 1989, rakyat Venezuela memprotes kenaikan harga BBM sebesar 100 persen. Di Caracaz, Ibukota Venezuela, protes ini berubah jadi kerusuhan. Sedikitnya 500-an orang tewas dalam kejadian itu.

Kejadian itu memicu militer progressif, terutama MBR-200, untuk bertindak. MBR-200 di bawah pimpinan seorang kolonel, namanya Hugo Chavez, mulai merancang kudeta militer.

Kudeta diputuskan tanggal 4 Februari 1992. Hari, lebih dari 6000-an tentara bergerak merebut titik-titik strategis. Didukung dengan tank, helikopter, dan pasukan penerjung payung.

Sayang, mereka gagal merebut Istana Miraflores, tempat Presiden Venezuela berkantor. Presiden Venezuela saat itu, Andrez Perez, berhasil melarikan diri lebih dulu.

Setelah empat hari kudeta berjalan, MBR-200 menyadari gerakannya terisolir. Chavez segera sadar, ia dan pasukannya telah memberontak tanpa rakyat. “Itu bagai ikan tanpa air,” kata Chavez.

Maka, pada hari ke-4 kudeta itu, Chavez muncul di layar televisi dan mengatakan, “Saya menyerah untuk sekarang ini.” Ia dan pasukannya segera meletakkan senjata. Pemberontakan pun menemui kegagalan. Chavez bersama 300 pasukannya dijebloskan ke penjara.

Chavez dipenjara di benteng militer Don Carlos. Namun, saat menjalani penjara, ada demonstrasi yang menuntut pembebasannya. Lantaran itu, Chavez dan kawan-kawannya dipindah ke penjara Yare di negara bagian Miranda.

Chavez bebas tahun 1994, setelah Presiden Andrez Peres dimaksulkan. 

#8 Dilma Rousseff

Baru sekali dalam sejarah, Brazil punya Presiden perempuan. Dia adalah Dilma Rousseff, seorang politikus partai Buruh yang menjabat antara 2011 hingga 2016.

Dilma lahir dari keluarga kaya. Namun, saat dia menginjak bangku sekolah menengah atas, Brazil dilanda kudeta militer. Sebagai kaum terpelajar, Dilma merasa terpanggil untuk memperjuangkan demokrasi.

Akhirnya, Dilma terpapar oleh ide-ide marxisme. Baginya, marxismelah senjata paling tepat untuk melawan kediktatoran militer. Dia pun bergabung dengan organisasi marxis, Politik Buruh/ Política Operária(POLOP).

Tapi, Dilma kurang puas dengan metode perjuangan POLOP yang menekankan perjuangan legal-formal. Sebagai pembaca karya-karya Régis Debray, seorang penulis yang pernah berjuang bersama dengan Che Guevara di Bolivia, Dilma lebih condong ke taktik gerilya (Foco).

Dilma pun bergabung dengan Komando Pembebasan Nasional/Comando de Libertação Nacional—COLINA. COLINA menerapkan strategi gerilya kota.

Tahun 1969, sel-sel COLINA diobrak-abrik tentara. Banyak aktivis COLINA yang tertangkap, tetapi Dilma berhasil meloloskan diri. Dia memakai nama samaran: Stella.

Setelah COLINA tiarap, Dilma dan beberapa kawannya bergabung ke kelompok lain: Angkatan Bersenjata Revolusioner/VAR Palmares.

Kelompok ini terkenal karena pernah berhasil merampok koruptor paling kakap di Rio de Jeneiro, Adhemar de Barrso. Mereka berhasil membawa kabur uang sebesar 2,5 juta USD untuk dana perjuangan.

Nah, saat menjadi bagian VAR Palmares, Dilma tertangkap. Dia langsung dibawa ke markas intelijen OBAN dan disiksa. Ia mengalami siksaan luar biasa. Salah satunya: dia digantung dengan tangan dan kaki terikat. Juga berkali-kali disetrum dengan listrik.

Tahun 1972, Dilma bebas. Dia segera menyelesaikan kuliahnya di jurusan ekonomi. Dia kemudian bergabung dengan Partai Buruh (PT) yang didirikan oleh Lula da Silva di tahun 1980.

#9 Evo Morales

Sekarang, kita cerita tentang seorang anak pengembala yang kelak menjadi Presiden Bolivia: Evo Morales.

Dia lahir keluarga sangat miskin. Saking miskinnya keluarga ini, dari 7 orang anaknya, hanya Evo dan dua saudaranya yang bisa bertahan hidup.

“Di Isallavi, kami tinggal di sebuah rumah kecil dengan atap jerami. Sangat kecil. Tidak lebih dari 3-4 meter. Kami menggunakannya sebagai kamar tidur, dapur, ruang makan, dan segala hal,” kenang Evo.

Waktu kecil, selain membantu bapaknya bertani, Evo juga menjadi penggembala Llama (Lama glama), sejenis unta tapi tidak punya bonggol.

Karena kemiskinan, dia tak menuntaskan pendidikannya hingga menengah atas. Dia pun memilih ikut wajib militer dan sempat bertugas beberapa tahun.

Tak lama, Evo memilih meninggalkan militer, lalu memilih menjadi petani koka. Saat itu, tahun 1980-an, AS sedang memerangi koka. Mereka menekan pemerintah Bolivia untuk membumihanguskan semua pertanian koka.

Bagi rakyat Bolivia, koka bukan hanya mata penghidupan, tetapi juga warisan tradisi yang sudah berusia ribuan tahun. Rakyat Bolivia sudah mengenal budidaya koka sejak ribuan tahun. Tidak hanya itu, daun koka juga dibuat jadi teh, sayuran, dikunyah untuk mengurangi lapar dan lelah, dan obat-obatan.

Saat itulah Evo tampil menjadi pemimpin serikat petani koka. Dia memimpin aksi pendudukan, blokade jalan, mogok makan, aksi jalan kaki hingga pawai. Lantaran itu, pemerintah pun gerah. 

Tahun 1989, Evo nyaris mati. Dia ditangkap UMOPAR (patroli anti-koka) dan disiksa hingga nyaris mati. Dia dibuang ke sungai karena disangka sudah mati. Beruntung, petani berhasil menemukan dan menyelamatkan nyawanya.

Memasuki 1990-an, protes petani koka makin meningkat. Evo ditangkap UMOPAR lagi. Dia disiksa dan langsung dipenjara. Di dalam penjara dia menggelar aksi mogok makan. Bersamaan dengan itu, petani koka berencana menggelar aksi jalan kaki 600 kilometer ke Ibukota La Paz.

Sebulan di penjara, Evo bebas. Dia langsung memimpin aksi jalan kaki itu. Di tengah jalan, mereka diserang polisi dan militer, tetapi petani tidak menyerah. Mereka berhasil memasuki kota La Paz dan mendapat sambutan meriah.

Pada April 1995, Evo ditangkap lagi. Dia dituduh menyiapkan kudeta. Tetapi tuduhan itu tidak terbukti. Setelah mendekam dalam penjara beberapa minggu, Evo akhirnya bebas.

Tahun 2005, Evo dan partainya, Gerakan untuk Sosialisme (MAS), memenangkan pemilu. Evo dilantik sebagai Presiden pada tahun 2006 dan menjadi pribumi pertama yang menjadi Presiden dalam sejarah Bolivia.

#10 Daniel Ortega

Selama lebih dari empat dekade, tepatnya 1936-1979, Nikaragua hanya diperintah oleh satu keluarga: keluarga Somoza.

Selama rentang itu, rakyat juga tak henti-hentinya melawan oligarki ini. Mulai dari Augusto César Sandino hingga sebuah organisasi marxis bernama Front Pembebasan Nasional Sandinista/Frente Sandinista de Liberación Nacional (FSLN).

Saat itu, seorang pemuda belia, namanya Daniel Ortega, memutuskan bergabung dengan FSLN. Bapak-ibunya adalah penentang rezim Somoza. Saudara-saudarinya juga ikut berjuang melawan rezim oligark itu.

Di usia 15 tahun, Ortega sudah terangkap dan dipenjara. Namun, begitu bebas, dia aktif lagi dalam perjuangan bersenjata.

Tahun 1967, Ortega terangkap ketika merampok Bank of America demi dana perjuangan. Di dalam penjara, ia menerima siksaan luar biasa. 

Dari dalam penjara, Ortega banyak menulis puisi. Salah satunya: I never saw Managua when miniskirt were in fashion. Rupanya, puisi itu memikat hati seorang perempuan, Rosario Murillo. Rosasio kerap mengunjungi Ortega di penjara.

Begitu menghirup udara bebas, Ortega ke Kuba. Dia mendapat pelatihan politik dan militer. Tahun 1970-an, dia kembali ke negerinya untuk memimpin perjuangan bersenjata FSLN.

Tahun 1979, FSLN berhasil menggulingkan rezim Anastasio Somoza, dinasti ketiga keluarga Somoza. Peristiwa ini dikenang dalam sejarah sebagai “Revolusi Sandinista”.

RAYMOND SAMUEL

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid